Post Traumatic Stress Disorde atau PTSD
PTSD merupakan suatu respon stres post
traumatik yang berkepanjangan. Sebagai tambahan ada kemungkinan gangguan yang
lebih besar pada kepribadian dan sosial dibandingkan dengan reaksi stres yang
biasa terjadi dari pengalaman orang-orang yang selamat dari bencana (Zailani,
dkk, 2009). PTSD dapat
disembuhkan apabila segera terdeteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat.
Apabila tidak terdeteksi dan dibiarkan tanpa penanganan, maka dapat
mengakibatkan komplikasi medis maupun psikologis yang serius yang bersifat
permanen yang akhirnya akan mengganggu kehidupan sosial maupun pekerjaan
penderita (Flannery, 1999 dalam PemSosBud, 2014).
Diagnosis PTSD
biasanya terbatas pada
mereka yang pernah
mengalami pengalaman
traumatik. Kriteria diagnosis PTSD
lainnya meliputi:
1. Kenangan
yang mengganggu atau
ingatan tentang kejadian
pengalaman traumatik yang berulang-ulang.
2. Adanya perilaku
menghindar.
3. Timbulnya gejala-gejala
berlebihan terhadap sesuatu
yang mirip saat
kejadian traumatik, dan
4. Tetap adanya gejala
tersebut minimal satu
bulan. Pada umumnya
penderita PTSD menderita insomnia
dan mudah tersinggung
serta mudah terkejut.
Penderita PTSD sering menunjukkan
reaksi yang berlebihan
yang merupakan akibat
adanya perubahan neurobiologis pada sistem syarafnya (Grinage, 2003 dalam PemSosBud, 2014).
Penderita PTSD
juga mengalami gangguan
konsentrasi atau gangguan mengingat
sehingga sering mengakibatkan buruknya
hubungan antar manusia, prestasi pekerjaan. Penderita PTSD
sering berusaha untuk mengatasi
konflik batinnya dengan menyendiri
atau bisa juga
menjadi pemarah. Hal ini
akan mengganggu hubungannya dengan
sesama. Secara umum
PTSD ditandai beberapa gangguan:
1. Gangguan
fisik/perilaku ditandai:
a.
Sulit tidur, terbangun
pagi sekali
2. Gangguan kemampuan berpikir
a. Sulit atau
lambat dalam mengambil keputusan untuk
masalah sehari-hari
b. Sulit berkonsentrasi
c. Sulit membuat rencana tentang
hal-hal yang sederhana
d. Banyak
memikirkan masalah-masalah kecil
e. Mudah curiga
dan perasaan selalu
takut disakiti
f. Adanya ide
bunuh diri
g. Teringat kembali
pada kajadian traumatis
hanya dengan melihat, mencium atau
mendengar sesuatu (Grinage, 2003 dalam PemSosBud,
2014).
3.
Gangguan
emosi yang ditandai dengan:
a.
Sedih
dan putus asa
b.
Mudah tersinggung dan
cemas
c.
Kemarahan
dan rasa bersalah
d.
Perasaan
orang lain tidak akan
dapat mengerti penderitaannya
e.
Perasaan
takut mengalami kembali kejadian traumatis
tersebut
f.
perasaan
kehilangan dan kebingungan
g.
perasaan ditinggalkan
h.
emosi
yang naik turun
i.
mudah
mengalami kecelakaan dan penyakit
j.
meningkatnya masalah
perkawinan dan pergaulan
dan
k. perasaan seakan-akan bencana tersebut tidak terjadi
Kriteria diagnostik untuk gangguan stres pascatrauma (PTSD), berdasarkan
Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders III-Revised (DSM III-R),
dapat memperlihatkan kondisi traumatik seseorang adalah sebagai berikut
(Nawangsih, 2014) :
1. Orang yang mengalami peristiwa luar biasa, dan dirasa
amat menekan semua orang. Peristiwa traumatik itu secara menetap dapat dialami
melalui cara teringat kembali peristiwa secara berulang dan sangat mengganggu,
mimpi yang berulang tentang peris- tiwa yang membebani pikiran, perasa- an atau
tindakan mendadak seolah- olah peristiwa traumatik itu terjadi lagi, tekanan
jiwa yang amant sangat karena terpaku pada peristiwa yang melambangkan atau
menyerupai traumatiknya.
2. Pengelakan yang menetap terhadap rangsang yang terkait
dengan trauma atau kelumpuhan yang bereaksi terhadap situasi umum (yang tidak
ada sebelum trauma). Keadaan ini paling tidak dapat ditunjukkan dengan
sedikitnya 3 (tiga) dari keadaan yang berupa: upaya untuk mengelak terhadap
gagasan atau perasaan yang terkait dengan
trauma itu, upaya untuk mengelak dari kegiatan atau situasi yang
menimbulkan ingatan terhadap trauma itu, ketidakmampuan untuk mengingat kembali
aspek yang penting dari trauma, minat yang sangat berkurang terhadap kegiatan
yang penting, rasa terasing dari orang lain, kurangnya afeksi, dan merasa tidak
mempunyai masa depan.
3. Gejala meningginya kesiagaan yang menetap (tidak ada sebelum adanya
trauma) dengan ditunjukkan oleh 2 (dua) dari gejala : sulit masuk fase tidur
atau mempertahankan tidur yang cukup, iritable atau mudah marah, sulit
berkonsetrasi, amat siaga, reaksi kejut (kaget) yang berlebihan, reaksi rentan
faali saat menghadapi peristiwa yang melambangkan atau menyerupai aspek dari
peristiwa traumatik
4. Jangka waktu gangguan itu (gejala pada kriteria ke-2,
ke-3 dan ke-4) sedikitnya 1 bulan.
Dampak PTSD pada kehidupan
sosial menurut Nawangsih (2014):
1. PTSD memiliki gejala yang menyebabkan gangguan,
umumnya gangguan tersebut adalah panic
attack (serangan panik), perilaku menghindar, depresi, merasa disisihkan
dan sendiri, merasa tidak percaya dan dikhianati, mudah marah, mengalami
gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari (Nawangsih, 2014).
2. Panic
attack (serangan panik), khususnya
pada anak atau remaja yang mempunyai pengalaman traumatik dapat mengalami serangan
panik ketika dihadapkan atau menghadapi pada sesuatu yang mengingatkan mereka
pada trauma. Serangan panik meliputi perasaan yang kuat atas ketakutan atau
tidak nyaman yang menyertai gejala fisik dan psikologis. Gejala fisik meliputi
jantung berdebar-debar, berkeri- ngat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit
perut, merasa kedinginan, badan panas, mati rasa (Nawangsih, 2014).
3. Perilaku menghindar. Salah satu gejala PTSD adalah
menghindari hal- hal yang dapat mengingatkan pen- derita pada kejadian
traumatis. Kadang-kadang penderita mengaitkan semua kejadian dalam kehidupannya
setiap hari dengan trauma, padahal kondisi kehidupan sekarang jauh dari kondisi
trauma yang pernah dialami. Hal ini sering menjadi lebih parah sehingga
penderita menjadi takut un- tuk keluar rumah dan harus ditemani oleh orang lain
jika harus ke luar rumah (Nawangsih, 2014).
4. Depresi. Banyak orang menjadi depresi setelah
mengalami peng-alaman traumatik dan menjadi tidak tertarik dengan hal-hal yang
disenanginya sebelum peristiwa trauma. Penderita mengembangkan perasaan yang
tidak benar, perasaan bersalah, menyalah- kan diri sendiri dan merasa bahwa peristiwa
yang dialaminya merupakan kesalahannya, walaupun semua itu tidak benar(Nawangsih,
2014).
5. Memiliki pemikiran negatif. Kadang-kadang orang yang
sedang mengalami depresi merasakan bahwa kehidupannya sudah tidak berharga.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa 50% korban kejahatan mempunyai pikiran untuk
bunuh diri(Nawangsih, 2014).
6. Merasa diri disisihkan. Penderita PTSD memerlukan
dukungan dari lingkungan sosialnya tetapi mereka seringkali merasa sendiri dan
terpisah. Perasaan yang demikian tersebut, umumnya penderita mengalami kesu-
litan untuk berhubungan dengan orang lain dan mendapatkan pertolongan.
Penderita sulit untuk percaya bahwa orang lain dapat memahami apa yang ia telah
alami(Nawangsih, 2014).
7. Merasa dirinya tidak percaya dan perasaan dikhianati.
Setelah meng- alami pengalaman yang menyedihkan, penderita mungkin kehilangan
kepercayaan pada terhadap orang lain dan merasa dikhianati atau ditipu oleh
lingkungan disekitarnya, atau oleh nasib, atau oleh Tuhan(Nawangsih, 2014).
8. Perasaan marah dan mudah tersinggung. Marah dan mudah
tersinggung adalah reaksi yang umum diantara penderita trauma. Marah adalah
suatu reaksi yang wajar dan dapat dibenar- kan. Bagaimanapun, kemarahan yang
berlebihan dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan menghambat penderita untuk
berinteraksi dengan orang lain(Nawangsih, 2014).
9. Gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa penderita PTSD mempunyai beberapa gangguan yang terkait dengan fungsi
sosial dan gangguan di sekolah dalam jangka waktu yang lama setelah trauma.
Seorang korban kejahatan mungkin menjadi sangat takut untuk ditinggal
sendirian. Penderita mungkin kehilangan kemampuannya dalam berkonsentrasi dan
melakukan tugasnya di sekolah. Bantuan perawatan pada penderita sangat penting
agar permasalahan tidak berkembang lebih
lanjut(Nawangsih, 2014).
10. Persepsi dan kepercayaan yang aneh. Adakalanya
seseorang yang telah mengalami trauma yang menyakitkan, seringkali untuk
sementara dapat mengembangkan ide atau persepsi yang aneh, misalnya percaya
bahwa dirinya bisa melihat atau ber- komunikasi dengan orang-orang yang sudah
meninggal. Walaupun gejala ini menakutkan, menyerupai halusinasi dan hayalan,
gejala ini bersifat sementara dan dapat hilang dengan sendirinya (Nawangsih,
2014).
Daftar Pustaka
Nawangsih, Endah .(2014).Play Therapy Untuk anak-anak Korban Bencana Alam
Yang Mengalami Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD). Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 1, No.2,
Hal : 164 – 178.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar