Konsep
Teori Harga Diri
A.
Definisi
harga diri rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,
tidak berarti dan cenderung rendah dirinya berkepanjangan akibat pemikiran yang
negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Harga diri rendah biasanya
ditandai dengan adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1998) dalam (Simanjorang, 2011).
Harga diri rendah itu sendiri mempunyai tingkatan
dari tingkatan harga diri tinggi sampai ke rendah. Individu yang memiliki harga
diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara
efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga
diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggapnya sebagai
ancaman (Yoseph, 2009) dalam (Simanjorang, 2011).
B. Karakteristik
harga diri rendah
Menurut
Coopersmith (1967) dalam (Ermanza, 2008 )
individu dengan harga diri rendah memiliki karkateristik sebagai berikut :
1.
Memiliki
perasaaan inferior.
2.
Takut
gagal dalam membina hubungan sosial.
3.
Terlihat
sebagai orang yang putus asa dan depresi.
4.
Merasa
diasingkan dan tidak diperhatikan.
5.
Kurang
dapat mengekpresikan diri.
6.
Sangat
tergantung pada lingkungan.
7.
Tidak
konsisten
8.
Secara
pasif mengikuti lingkungan
9.
Menggunakan
banyak taktik mempertahankan diri (defense mechanism)
10.
Mudah
mengakui kesalahan
C.
Proses
terjadinya harga diri rendah
Berdasarkan hasil riset Malhi (2008) dalam (Simanjorang, 2011) menyimpulkan bahwa harga
diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang
rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan
penampilan seseorang yang tidak optimal
(Simanjorang, 2011).
Dalam tinjauan life
span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa
kecil sering disalahkan serta jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah,
pekerjaan, atau pergaulan. Dalam Purba (2008) dalam (Simanjorang, 2011) ada 4 cara untuk meningkatkan harga diri
diantaranya :
1.
Memberikan kesempatan berhasil.
2.
Menanamkan gagasan.
3.
Mendorong aspirasi.
4.
Membantu membentuk koping.
Menurut Fitria (2009) dalam (Simanjorang, 2011) faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya harga diri
rendah yaitu :
1. Faktor
prediposisi
Merupakan penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain serta ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor
presipitasi
Merupakan hilangnya sebagian tubuh, perubahan
penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan serta menurunya
produktivitas.
Sementara
menurut Purba, dkk (2008) dalam (Simanjorang,
2011) gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan
kronik. Gangguan harga diri yang terjadi secara situasional bisa disebabkan
oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba. Sedangkan gangguan harga diri kronik
biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.
Menurut Peplau dan
Sulivan dalam Yosep
(2009) dalam (Simanjorang, 2011)
mengatakan bahwa harga diri berkaitan dengan pengalaman
interpersonal dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti
anak sering disalahkan, ditekan dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila
koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah.
D.
Tanda
dan gejala harga diri rendah
Keliat (2009) dalam (Simanjorang,
2011) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1.
Mengkritik diri sendiri.
2.
Perasaan tidak mampu.
3.
Pandangan hidup yang pesimis.
4.
Penurunan produkrivitas.
5.
Penolakan terhadap kemampuan diri.
Selain
tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga
tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, tidak berani
menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk ketika berhadapan dengan orang lain
dan bicara lambat dengan nada suara lemah
(Simanjorang, 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar